Orang Yahudi fanatik, orang kafir penyembah berhala dan budaya Yunani (Gnostik) menjadi tantangan bagi jemaat Efesus.
Ajaran sesat yang berkembang kala itu adalah sinkretisme (suatu ajaran campuran) antara kecendrungan-kecendrungan Yahudi dan budaya Yunani Gnostik.
Gnostik adalah pengajaran yang mempercampur-adukkan antara filsafat, mitos, silsilah dan astrologi kontemporer. Ajaran Gnostik menyatakan bahwa pengetahuan itu mampu menyelamatkan. Dengan pengetahuan, mereka percaya akan diselamatkan.
Selain itu, ajaran Gnostik juga tidak percaya kebangkitan tubuh pada akhir zaman. Pengajar-pengajar sesat ini menyebarkan doktrin-doktrin yang aneh seperti mitos-mitos (dongeng), perhatian pada silsilah yang tidak ada habisnya (ayat 4), omongan yang sia-sia atau pembicaraan tanpa arti (ayat 7).
Sehingga menyimpang dari tujuan etis yaitu kasih yang timbul dari hati yang murni sebagai implementasi dari iman yang tulus bukan pura-pura (ayat 5).
Lagi pula, mereka yang mengajarkan ajaran lain ini berlagak tahu padahal tidak tahu apa-apa. Mereka ingin menjadi guru Hukum Taurat tetapi tidak mengerti perkataan mereka sendiri dan pokok-pokok yang secara mutlak mereka kemukakan (ayat 7).
Ayat 8, Paulus menegaskan bahwa Hukum Taurat itu baik, makanya harus diajarkan oleh pengajar yang tahu bukan mencari keuntungan dari pengajarannya padahal tidak memahami apa yang diajarkan.
Hukum Taurat itu harus digunakan dengan cara yang benar dan bukan sebagai agenda legalistik (Roma 2: 27-29, 7:7, 2 Kor. 3:6).
Hukum Taurat tidak dimaksudkan untuk memberi umat percaya suatu daftar perintah tetapi untuk menunjukkan kepada orang-orang yang belum percaya tentang dosa mereka (ayat 9 dan 10) dan membawa mereka pada ajaran yang sehat atau ajaran yang benar berdasarkan Injil dari Tuhan Allah. Dan inilah yang telah diterima dan diajarkan oleh Paulus (ayat 11).
Paulus tidak menghendaki guru-guru sesat membodohi umat Tuhan yang telah menerima Injil dengan ajaran sesat. Ajaran sesat bertentangan dengan ajaran sehat.