MITRA  

PT. HWR Bantah Keras Tuduhan Aktivis, Bongkar Fakta dan Tantang Penegakkan Hukum

Foto lokasi PETI Elizabet Laluyan di dalam Site PT. HWR

RATAHAN, BERITASULUT.co.id – PT, Hakian Wellem Rumansi (HWR) akhirnya angkat bicara keras soal laporan Herokles D. Rundengan ke Kementerian ESDM dan sejumlah lembaga lain terkait dugaan kerusakan lingkungan dan penggelapan pajak pertambangan di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra).

Melalui surat resmi tertanggal 21 Agustus 2025 yang ditandatangani Direktur Yulius Wahyu Dinata Soegondo, PT. HWR menegaskan laporan tersebut mengada-ada, tidak berdasar dan sarat kepentingan. Perusahaan menyebut tudingan Herokles hanyalah manuver liar yang menyesatkan publik.

Foto alat berat yang digunakan oleh Elizabeth Laluyan untuk melakukan penambangan di dalam Site PT. HWR

“Persoalan kerusakan lingkungan bukan dinilai oleh orang per orang, melainkan oleh kementerian terkait. Tuduhan penggelapan pajak juga tidak benar. PT. HWR rutin membayar iuran tetap (PNBP Dead Rent) setiap tahun, sementara iuran produksi (royalty) belum dibayar karena belum ada kegiatan produksi,” tulis PT HWR.

Perusahaan juga membongkar siapa yang berada di balik laporan tersebut. Herokles, disebut PT. HWR, hanyalah orang suruhan Elizabeth Laluyan alias Ci Gin, yang justru diduga kuat terlibat praktik penambangan ilegal (PETI) di dalam wilayah izin resmi PT. HWR.

Foto lokasi PETI Elizabeth Laluyan dan KSO PUSKOPAD di dalam Site PT. HWR

Dalam penjelasan tertulisnya, PT. HWR membeberkan berbagai bukti, mulai dari aktivitas penambangan tanpa izin (PETI) di site HWR 65 hektar dari total 100 hektar konsesi, sementara lokasi Ci Gin hanya 4 sampai 5 hektar. Juga dugaan akta jual-beli tanah yang cacat hukum, hingga absennya pihak-pihak yang dituding diundang DPRD Sulut untuk RDP namun tak pernah hadir.

“Ironisnya, kerusakan hutan akibat aktivitas PETI justru dibebankan ke PT. HWR untuk reklamasi dan pasca tambang. Kami punya izin lengkap IPPKH sejak 2019 dan menjalankan kewajiban termasuk rehabilitasi DAS,” tegas perusahaan.

Foto lahan Elizabeth Laluyan di dalam Site PT. HWR sesuai AJB No. 24/AJB/NTTK/III/2010

PT. HWR juga mengklarifikasi dua surat Minerba yang kerap dipelintir oleh para penentangnya. Menurut HWR, penolakan RKAB 2024-2026 bukan berarti penutupan, melainkan permintaan penyempurnaan dokumen. Saat ini RKAB baru 2025–2027 sedang disusun dan segera diajukan kembali.

Perusahaan menyebut maraknya pemberitaan liar, demonstrasi, hingga laporan polisi ke Polda Sulut sebagai upaya sistematis untuk menjatuhkan citra HWR. Faktanya, perusahaan masih terdaftar resmi di aplikasi MODI Dashboard ESDM dan MOMI.

Foto aktivitas PETI Elizabeth Laluyan di dalam Site PT. HWR

Lebih jauh, PT. HWR menantang penegakkan hukum terhadap PETI yang merajalela di Ratatotok, termasuk terhadap pihak-pihak yang disebut mengganggu aktivitas pemegang IUP. Perusahaan merinci dasar hukum mulai dari UU Minerba, UU Kehutanan, UU Pencegahan Perusakan Hutan hingga UU Cipta Kerja yang ancaman pidananya mencapai belasan tahun penjara dan miliaran rupiah denda.

“Kami serahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Kami juga mendesak Dirjen Gakum Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan bertindak tegas terhadap PETI di lokasi kami,” bunyi pernyataan PT. HWR.

Foto bersama Elizabeth Laluyan, Corry Giroth dan Herokles D. Rundengan

Melalui pernyataan keras ini, PT. HWR berharap publik tidak termakan isu sepihak dan meminta semua pihak menghormati proses hukum. Bukti-bukti berupa surat resmi, foto drone, tangkapan layar hingga lampiran dari instansi terkait sudah dilayangkan untuk memperkuat klarifikasi.

(***)