3. Implikasi kita sebagai orang yang telah mengalami pembebasan dan pemulihan adalah menjadi Imam Tuhan dan pelayan Allah “Tetapi kamu akan disebut imam TUHAN dan akan dinamai pelayan Allah kita.”(ay.6)
Menjadi imam berarti menjadi mediator atau pembawa kebenaran dan keadilan Allah di tengah dunia. Sebagai pelayan Allah artinya menjadi hamba-Nya (doulos) dan hanya menghambakan dan mengabdikan diri kepada-Nya serta demi kemuliaan nama-Nya dengan menyuarakan dan mewujudkan kebenaran dan keadilan-Nya.
Menjadi imam dan pelayan Allah muflak mencitai kehendak-Nya. “Sebab Aku, TUHAN, mencintai hukum, dan membenci perampasan dan kecurangan;
4. Adanya hukum dan peraturan adalah berkah bagi manusia. Sebab itu hukum atau peraturan hendaknya dipakai untuk melayani sesama dan dilaksanakan secara benar supaya memberikan keadilan sosial serta syalom bagi kehidupan bersama.
Sebab, ”TUHAN, mencintai hukum, dan membenci perampasan dan kecurangan,“ (ay.8.a)
5. Mengingat masalah-masalah ketimpangan hukum dan ketidakadilan sosial masih terjadi di sekitar kita, maka seyogyanya gereja tidak boleh `diam’ atau `ikut arus” atas ketimpangan hukum dan ketidakadilan terjadi.
Gereja hendaknya setia melaksanakan panggilan iman sebagai pemberita kebebasaan, dengan tidak hanya menyampaikan kasih dan kebenaran secara verbal dari mimbar gereja, tapi juga berperan aktif memperdulikan sesama melalui karyakarya diakonia yang nyata.
6. Relevansi tentang Hari Pembalasan Tuhan dan Tahun Rahmat Tuhan bagi gereja masa kini, bahwa dua peristiwa ini memberi makna tentang Allah yang sungguh peduli akan kebebasan dari orang-orang yang sengsara, miskin dan tertindas.
Tetapi juga Allah yang akan menghukum orangorang yang menolak kehendak-Nya dan yang senang dengan kesewenang-wenangan serta tidak adil terhadap sesama.

















