Namun, iman mereka masih belum kokoh dengan kata lain, tindakan mereka hanya untuk menuntut berkat dari Allah.
Mereka mulai mempertanyakan kuasa Allah ketika pertolongan tidak juga menghampiri mereka meskipun mereka dengan giat melakukan segala tradisi keagamaan yang ada.
Allah tidak berkenan atas puasa yang dilakukan oleh bangsa Israel sebab ditemukan ada praktik hidup mereka yang tidak sejalan dengan ibadah puasa yang mereka lakukan.
Disebutkan bahwa pada hari mereka berpuasa, mereka masih sibuk dengan urusan mereka sendiri dan mendesak-desak semua buruh (58:3).
Kata “mendesak-desak” (Ibrani “nagas”: menekan atau ditekan dengan keras, menindas), berarti bahwa pada saat orang Israel berpuasa, mereka juga berlaku kasar bahkan menindas orang-orang yang bekerja bagi mereka.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan puasa yang seolah-olah mereka lakukan dengan setia. Selanjutnya disebutkan bahwa mereka berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena (58:4).
Bagian ini menunjukkan sifat bangsa Israel dimana mereka hidup dalam perselisihan, pertikaian antara satu dengan yang lain bahkan saling memukul sesamanya dengan perbuatan jahat, menindas kaum lemah dan miskin demi kepentingan dan keuntungan mereka sendiri.
Sehingga sekalipun mereka beribadah kepada Tuhan dan memenuhi semua ritual agama termasuk puasa, sesungguhnya mereka tidak diperhatikan oleh Tuhan karena yang mereka lakukan bertentangan dengan kehendak Tuhan tanpa hati nurani yang murni.
Melalui Yesaya, Allah ingin memberitahukan puasa yang benar di hadapan-Nya. Puasa yang dikehendaki Allah bukan hanya tentang menahan rasa lapar dan haus.
Puasa yang benar dilakukan dalam kerendahan hati dan beriringan dengan memperhatikan orang yang ada di sekitar.

















