Karena dikatakan “kasihilah musuhmu, berbuat baiklah kepada orang yang membenci kamu”.
Mengasihi sesama yang berbuat baik pada kita, tentu mudah. Tapi mengasihi orang yang menyakiti kita, tentulah sulit.
Yesus Kristus menggunakan ungkapan gaya bahasa yang sungguh paradoksal bagi telinga dunia.
Ada perintah kepada mereka yang mendengarkan-Nya; bahwa mereka harus mengasihi, berbuat baik, meminta berkat dan berdoa kepada mereka yang adalah musuh kita, yang membenci kita, yang mengutuk kita dan yang mencaci kita (ayat 27-28).
Perintah ini memang sangat berbeda dengan pengajaran dalam taurat tentang “Mata ganti mata dan gigi ganti gigi…” (Kel 21: 24; Im 24: 20 dan Ul 19: 21).
Dengan teks-teks PL ini maka nampaknya balas dendam di beri ruang. Namun dengan batasan hukumannya harus setimpal dengan kesalahannya.
Tetapi sayangnya, dalam praktiknya sering melampaui batas. Balas dendam telah menjadi ukuran untuk menegakkan keadilan.
Manusia merindukan keadilan dan agar pelaku kejahatan mendapatkan pembalasannya.
Manusia ingin membalas apa yang dia anggap sebagai kegagalan keadilan sebelumnya.
Ketika diperlakukan tidak adil atau tidak baik oleh orang lain, ada dua pilihan utama yang mungkin diambil sebagai tanggapan.

















