
MANADO, BERITASULUT.co.id – Orang yang menebarkan informasi palsu, berita palsu, berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) akan dikenakan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Penebar hoaks akan dikenakan KUHP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Penebar hoaks di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP. Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.
Hal-hal inilah yang menjadi pembicaraan serius namun dalam suasana santai dalam dialog di Studio Pro 1 RRI Manado, Sabtu (05/12/2020) pagi, kerjasama RRI Manado dan Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Manado.
Narasumbernya yakni Anggota MPR/DPD-RI dapil Sulawesi Utara Dr Maya Rumantir dan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Cyber Crime Polda Sulut Kompol Dody Hariansyah yang terhubung melalui telepon, serta Pengamat Politik Sulut Taufik Tumbelaka.
Dialog dengan materi Aksi Perubahan, Jurnalis Bicara: Bersama Menangkal Hoaks Masa Pilkada, dipandu Richard Kundiman dari RRI Manado dan Donny Wungow dari IWO Kota Manado.
Dalam dialog tersebut, Anggota MPR/DPD-RI Maya Rumantir mengatakan kalau hoaks dampaknya sangat berbahaya. Hoaks bisa menjadi pemicu munculnya keributan, keresahan, perselisihan, ujaran kebencian, bahkan bisa menganggu kesehatan mental.
“Karena itu setiap orang harus menghindari hoaks itu. Jangan mudah percaya dengan informasi palsu tanpa melakukan perbandingan atau klarifikasi terhadap sumbernya, atau mencari referensi resmi supaya bisa memperoleh kesimpulan yang lebih berimbang dan akurat,” ujarnya.
Adapun Kasubdit Cyber Crime Polda Sulut Kompol Dody Hariansyah menegaskan bahwa penyebar hoaks adalah sebuah kejajatan. Bahkan, untuk tahun 2020 ini, ada beberapa pemilik akun media sosial yang sedang dalam incaran mereka.
“Tindak tegas, tidak ada kompromi kepada orang-orang yang melakukan hoaks. Jadi masyarakat kami himbau untuk menahan diri, apalagi di media sosial, jangan menyebar hoaks,” tegas Kompol Dody.
Sementara itu Pengamat Politik Sulut Taufik Tumbelaka menekankan soal humanizing development dan humanizing politics, yakni etika politik atau pembangunan politik berupa tata krama, norma, black campaign, dan negative campaign.
“Hoaks bisa berupa tulisan, gambar atau foto yang diedit, kemudian berita yang disajikan media yang banyak tidak lagi menggunakan Kode Etik Jurnalistik,” ujar Tumbelaka.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi Sosial dan Politik Tumbelaka Academic Centre (TAC) ini mengatakan bahwa hoaks sebenarnya bukan baru kali ini ada, tetapi sudah ada sejak beberapa tahun lalu.
“Arti hoaks (hoax atau hocus) kalau kita lihat literasi, berawal dari tahun awal 1800 dengan tujuan mengelabui. Dan hoaks itu adalah kabar, informasi, berita palsu atau bohong. Dan dalam KBBI disebutkan bahwa arti hoaks adalah berita bohong. Dengan kata lain, arti hoaks juga bisa didefinisikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya,” ujar Tumbelaka.
Jika dihubungkan di masa pilkada saat ini, dalam pengamatannya, hoaks itu sangat banyak. Apalagi di media sosial.
“Teknik penyebaran hoaks semakin canggih dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, misalkan digital media content. Salah satu cara untuk menangkalnya yakni naikan IQ (Intelligence Quotient) atau kecerdasan intelektual anda supaya anda tidak terkelabui,” tandas Tumbelaka.
Wakil Ketua IWO Kota Manado Donny Wungow dalam closing statemen mengajak masyarakat agar tidak termakan hoaks.
“Terkadang kita tidak bisa membedakan mana hoaks dan mana yang berita atau informasi yang benar. Di masa pilkada saat ini misalnya, narasi yang ditulis dibuat sedemikian bagus sehingga membuat orang yang membacanya percaya, padahal itu hoaks. Hoaks juga bukan saja menggunakan media anti mainstream, tapi media mainstream juga (maaf), sudah banyak yang menebar hoaks. Jadi masyarakat, agar tidak termakan hoaks, maka cari tahu terlebih dahulu kebenarannya,” ujar Wungow.
Intinya, hoaks adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Tujuan dari berita bohong adalah membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keptusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah.
Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, tetapi “dijual” sebagai kebenaran. Hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, tetapi disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta.
Dengan demikian, RRI Manado dan IWO Manado sepakat menangkal hoaks!(TOAR)