Oleh:
Ferry Daud Liando
WACANA untuk memunculkan kembali GBHN hingga kini masih menuai pro dan kontra. Menariknya bukan antar partai politik saja namun membuat ahli-ahli hukum tata negara terpecah pada pandangan keilmuannya.
GBHN, garis-garis besar haluan negara yang pada kekuasaan orde baru menggunakan dokumen ini sebagai payung utama dalam mengintegrasikan program kelembagan pemerintahan baik secara vertikal maupun horisontal.
Pergantian kekuasaan hanya formalitas, sebab tidak ada program baru yang disodorkan. Sebab siapapun pejabatnya, program yang dilakukannya harus mengacu pada kebijakan terpadu yakni GBHN. Dokumen GBHN ditetapkan oleh MPR.
Namun setelah amandemen UUD 1945 ketiga (2001), terjadi perubahan kekuasaan MPR. Termasuk kewenangan dalam penetapan GBHN. Kemudian untuk menggantikan dokumen ini DPR bersama Presiden mengeluarkan UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasiona (Sispenas).
UU ini menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang).















