Ada provinsi yang dengan semangatnya mengadakan program pariwisata dan penuntasan kemiskinan, tapi sayang kabupaten/kota yang dipimpin Bupati/Walikota yang tidak berasal dari parpol yang sama dengan gubernur tidak mensinergikannya melalui rencana kerja Pemerintah daerah (RKPD) tahunan.
Kekacauan pembangunan diakibatkan pula oleh program yang tidak berkesinambungan. Anggaran ratusan miliar membangun halte menjadi mubasir karena walikota yang merancang tidak terpilih lagi atau keburu tertangkap lewat OTT.
Sementara pejabat yang menggantikannya tidak tertarik melanjutkannnya dengan pengadaan transportasi, alasannya tidak sesuai visinya saat Pilkada. Ganti pejabat ganti pula kebijakan.
Mengevaluasi kebijakan perencanaan saat ini merupakan hal urgen, namun untuk mengevaluasinya tidak harus dimanfaatkan untuk sekedar memenuhi “agenda besar” para elit politik.
Jangan terkesan ada visi terselubung (hidden agenda) dengan menggunakan alasan GBHN sebagai pintu masuk untuk kepentingan yang sebenarnya terhadap amandemen UUD 1945.(*)















